57th Venice Biennale Arte



Siang itu Venezia atau yang lebih dikenal dengan Venice  dalam bahasa Inggris sangat terik. Kota  di bagian timur laut Italia yang dijadikan  tempat syuting  film “The Tourist”   begitu panas menyengat, persis seperti di  Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya - Madura.  Saking panasnya gue sampai tidak mau keluar rumah, maklum gue  besar di Indonesia dimana wanita berkulit pucat ke arah terang  cenderung dibilang lebih cantik,  dan  itu  di tegaskan berulang-ulang lewat ocehan  Mama Endang.

Kita berempat  gue, Eko (sang penjaga paviliun), Alfan ( The new comer)  dan Nunung sepakat  mau mengunjungi Venice Biennale Arte ke -57.  Pameran Seni  kontemporer  yang menghadirkan karya-karya seniman mancanegara.  Biar  berbeda lah dengan rata-rata turis kebanyakan  yang ke Venice hanya untuk foto di depan San Marco , naik gondola  atau foto – foto ala   Celebrity on Vacation atau Selebgram.



Sesuai namanya, Biennale ini diadakan dua tahun sekali , tahun ini waktunya Biennale Arte alias pameran seni, tahun kemarin dan tahun depan waktunya Biennlae Architecture alias pameran arsitektur. Jadi selang seling antara Arte dan Architecture. 

Biennale Arte  berlangsung dari bulan Mei sampai akhir November.  Ada 86 negara yang berpartisipasi dalam pameran seni tersebut.  Tempat pamerannya pun  dibagi dua yaitu  Arsenale dan Giardini.Harga tiket masuk 25 Eu/orang , pelajar  15 Eu/orang . 

Karena lokasinya yang luas kita  berempat memutuskan  pergi ke Arsenale dulu yang  wilayahnya lebih kecil dan diisi oleh  paviliun – paviliun negara berkembang. serta  seniman–seniman yang menampilkan karyanya perorangan, “Biar gak jomplang” kalau kata Eko.   :D

Day 1.

Masuklah ke Arsenale,  karya seninya macam-macam.  Sebenarnya  tidak terlalu ngerti-ngerti amat sih ,ditambah gedung pameran di Arsenale tidak dilengkapi dengan AC (Air conditioner)  ditambah mesti mencerna karya seni   level kromo inggil begini . Walaupun ada keterangan di setiap  karya , keterangannya bahasa Inggris, jadi rada males   juga bacanya.

Ada salah satu seniman dari suku Inuit yang melukis dengan crayon , ada pula karya seni  Sheila Hicks ,seniman asal US  dengan tumpukan bantal wol  yang berwarna warni  (jadi   pengen banget lompat ke situ terus guling-gulingan) .  Setelah karya  perorangan, mulailah kita ke pavilun negara-negara. Oh iya Eko sudah  jaga di Paviliun Indonesia jadi tinggal gue, Nunung dan Alfan .






Sumpah  itu Venice teriknya kayak  Tanjung Perak,   rasanya matahari nya ada 3  di atas Venice dan tidak ada tukang Es Doger  L .  Pilihannya Espresso, Jus atau  Gelato .  Karena kita ber tiga berpaham “Prihatin” jadi kita gak beli apa-apa.

Mulailah perjalanan ke berbagai negara, beberapa yang cukup menarik perhatian yaitu Peru,  Turki,  UAE,  South Africa, Argentina dan Indonesia, tempat dimana Eko nangkring sendirian di  pojokan nge-charge HP.


Dibandingkan negara lain ,  paviliun Indonesia kecil , tidak ada AC, rada berdebu (karena dekat pintu ), dan menampilkan karya seni yang tadinya  gw gak ngerti  sampai akhrinya Eko menjelaskan.  Konsep seninya sih bagus , temanya  1001 Martian Homes karya seniman Tintin Wulia tentang cerita  keluarga  dari 1965 sampai  2065. Rada Science Fiction gitu dan dibuat di 2 tempat yaitu  Jakarta (Senayan City) dan Venice  dengan layout yang sama  dan saling terhubung. 




Makin ke belakang  lokasi pameran makin dahsyat, Selandia Baru  dengan paviliun yang luas, ditambah AC dan pertunjukan film seperti teater dengan  4 layar yang terhubung, jadi betah lama-lama di situ. Paviliun Irlandia  menyuguhkan nenek sihir  di layar tancep dengan efek korden  tipis yang  ditarik oleh penjaga paviliun setiap beberapa menit.  kata Nunung “Kerja beneran  si mbak-mbak nya”

Sampailah kita ke bola-bola planet di tepi pantai . Tampak bagus di foto tapi aslinya panas banget, gw sampe takut meleleh.  Bola-bola itu bersuara , gw dan Nunung girang  begitu   dengar ada suara antara norak, takjub dan kepanasan.
 
Bola-bola Planet
Foto oleh Alfan 

Paviliun terakhir Paviliun Cina dan Italia.  Nunung menyerah , tidak mau masuk Paviliun Italia dan memilih pulang. Tinggalah gw dan Alfan masuk  ke Paviliun yang gelap ditambah bau busuk . Jadi temanya Paviliun Italia  Il Mondo Magico    atau Dunia Sihir.  Dipajanglah  hasil mumifikasi jenazah yang disalib di abad pertengahan ada yang asli ada yang buatan.  Itu gak banget deh  L . Paviliunnya pengap, gelap dan bau.

Paviliun Italia
Foto oleh Alfan 

Paviliun Cina  luas dan dua tingkat sayang tanpa AC.  Teknik sulam  cina, lukisan lilin ,Cina modern, semuanya dipajang.  Ada  video juga , cuma karena udah kepanasan dan capek gw jadi gak perhatian lagi. Si Arfan girang banget ngeliat  sulam Cina, emang bagus banget sih,  benar-benar menakjubkan.
Paviliun Cina
Foto oleh Alfan 

Dan tiba-tiba Nunung menelpon, katanya pameran udah mau tutup. Cabutlah kita. Karena jauh ke depan akhirnya gw  dan Alfan naik golf cart (berasa Jokowi sama Obama gitu).


Day 2.

Giardini, here we come !!. Berbeda banget sama Arsenale, Giardini lebih adem, namanya aja   Giardini (garden). Mirip – mirip Kebun Raya Bogor gitu, banyak pohon dan tiap-tiap paviliun terpisah satu sama lain. Satu negara satu paviliun .

Mulailah kita ke paviliun Jepang yang Jepang banget, simple, membumi tapi high-tech.  Ada dua tingkat  , dan ada lobang intip buat yang mau ngintip J
Paviliun Jepang, yang putih di tengah itu lobang intip
foto oleh Alvan
Lanjut ke Paviliun Korea yang K-pop banget, ramai dan riuh, ada ruang dugemnya juga, ada ruang yang isinya jam dinding.  Setiap jam mewakili nama seseorang , negara dan pekerjaannya. Jadi kalo yang pengangguran jarumnya  berhenti, sementara seorang karywan Jerman jarumnya muternya cepet.
Paviliun Korea
Jam Dinding bernama
seorang pelajar Indonesia
Ruangan Jam -Paviliun Korea











 Oh iya, rata-rata paviliun  di Giardini ada AC nya :D
 *kehadiran AC di Venice  itu sangat penting

Paviliun inggris menampilkan mbak-mbak penjaga paviliun dengan aksen British (ya iyalah, masak aksen Singlish).  Patung patung besar yang warnanya Instagrameable . Sementara Paviliun perancis  di sebelahnya   adalah studio musik dari kayu  dilengkapi alat musik, alunan musik yang lembut dan AC.
Paviliun Perancis
Foto Oleh Alvan




 
Paviliun Inggris


Tidak hanya wajah Perdana Menterinya yang adem, paviliunnya Kanada juga adem. Konsepnya Geyser, jadi kita berempat sempet diam gitu nonton air mancur di tengah siang bolong.


Jawara tahun ini adalah paviliun Jerman yang dari luar seperti Kedubes Jerman di Jakarta. Begitu  masuk nuansanya Jerman sekali  simple, lurus, gak neko-neko.
Interior rumah kaca dengan kolong setinggi  1 (satu) meter.  Kata Eko  “Pas pembukaan keren banget ini, ada orang –orang yang perform dibawah kolong lantai kaca”.




Akhirnya , sore pun tiba, waktu menujukan pukul 8 malam dan masih seperti jam 3 sore di Jakarta. Selesailah  kunjungan kenegaraan Nyai Itay ke Venice Biennale Arte ke 57. Hari itu pun kita tutup dengan  mimik-mimik cantik di kafe kebun  yang tidak jauh dari Giardini.



Comments

Popular Posts